Showing posts with label FunFics. Show all posts
Showing posts with label FunFics. Show all posts

Sunday, May 30, 2010

[FF] DREAMS - SQUEL II (One Shoot)

“Els, ada surat!” seruku dari ruang tamu.
“Dari siapa?” tanya Els.
“Entahlah.. Ada logo sekolahmu,” kataku sambil membolak-balik amplop berwarna putih itu.

Tak lama kemudian Els sampai di ruang tamu. Langsung saja kuserahkan amplop dengan tulisan nama Els di atasnya.

Dear George,
Besok akhir pekanakan ada reuni antara Devon Boys dengan St. Stella angkatan 2011, pada:
hari dan tanggal : Sabtu, 18 Desember 2018
tempat : City Hall Hotel
waktu : 18.30 – selesai
Diharapkan kedatangannya.
Terimakasih,
Kepala Angkatan Devon Boys 2011.

“Ah.. Reuni,” ujar Els, “Sekarang giliran sekolahku.”
“Oh. Kapan?” aku bertanya.
“Sabtu minggu depan,” kata Els, “Devon Boys dengan St. Stella. Seperti saat malam keakraban.”
“Oh..,” ujarku.
“Kau ikut, ya!” suruh Els sambil tersenyum setelah melihatku ber-oh-ria.
“Aku? Kenapa?” tanyaku, “Kau serius?”
“Tentu saja!” kata Els cepat, “Akan kukenalkan teman-temanku lainnya.”
“Hahahaa.. Bukankah mereka datang di pernikahan kita?!”
“Sebagian tidak kuundang,” kata Els menjelaskan.
“Baiklah,” kataku setelah berpikir sejenak,” Cepat berangkat sana!”

Akhirnya Els pun berangkat kerja. Tentu saja seperti biasanya dia memelukku dan mencium pipiku sebelum pergi. Benar-benar sepasang suami-istri yang bahagia.

Sudah beberapa waktu berlalu setelah aku terbangun dari tidurku saat itu. Yeah, dan ternyata ini memang kenyataan. Kalau tidak, bagaimana mungkin aku masih berperan sebagai istri Els??!

Kupandangi seisi rumahku. Di mana-mana terpajang foto-foto pernikahanku dengan Els. “Apakah kami begitu narsis memajang foto yang sangat banyak seperti ini??” pikirku. Ah! Aku baru ingat kalau ternyata aku memang narsis, begitu juga Els.

***

“Ayo, cepat!” seruku kepada Els, “Sudah hampir mulai!”
“Iya.. Iya..,” balas Els.

Kami berdua memasuki ruangan yang hampir penuh oleh alumni Devon Boys dan St. Stella. Begitu berjalan beberapa langkah, Ord dan kekasihnya—yang masih belum menikah—menghampiri kami. Di belakangnya kulihat teman-teman Els yang lain. Yeah, wajah mereka tak jauh beda dengan saat SMA.

“Hai, George! Hai, Kanua!” sapa mereka.
“Lihat! Kalian tampak serasi,” seru Sally, di sampingnya John berdiri tegap sambil tersenyum.
“Benar,” tambah Messi—hei, Ia terlihat anggun dan cantik!

Saat itu juga, entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang aneh. Sesuatu yang aneh antara Messi dan Els! Sejurus kkemudian kuyakinkan pikiranku supaya tidak berpikiran yang aneh-aneh.

“Ayo kita ke sana!” ajak Sally.
“Para wanita berkumpul di sana,” tambah Messi.
“Tapi aku tidak kenal siapa-siapa,” kataku beralasan, “Aku hanya tahu sebagian orang.”
“Sudahlah, tidak apa-apa,” kata Joice yang kini terlihat lebih akrab.

Aku menoleh ke arah Els. Sepertinya dia memperbolehkanku bergabung dengan anak-anak St. Stella.
Sally dan Joice berjalan di depan, sedangkan aku dan Messi mengikuti di belakang mereka.

“Bagaimana kabarmu?” tanya Messi mengawali pembicaraan.
“Eh.. Baik, kok,” kataku sedikit kaget, “Bagaimana dengan kau?”
“Baik juga,” jawab Messi sambil tersenyum.
“Hai, teman-teman!” seru Sally memecah pembicaraanku dengan Messi.
“Hai! Apa kabar?” tanya seorang teman Sally.
Baik sekali. Hehehee..,” ujar Sally, “Oh iya, kenalkan ini Kanua. Dia istri George.”

Segera setelah mendengar nama George disebut, anak-anak St. Stella langsung riuh. Aku hanya tersenyum menandakan bahwa yang dikatakan Sally benar.

Selagi Messi, Sally, dan Joice menenangkan teman-temannya, salah satu anak dari St. Stella mengatakan hal yang membuat kami kaget.

“Jadi dia yang merebut George darimu?” kata anak itu sambil melirik tajam ke arahku.
“Ada angin apa sampai-sampai George berpaling darimu?” tambah yang lainnya, “Lihat! Messi jauh lebih cantik darinya!”

Suasana mendadak berubah mencekam. “Apa-apaan ini? Aku tidak tahu!” pikirku.
Para ‘Anti Fans’-ku terus saja mengatakan hal-hal yang mencekam. Mereka terus-menerus protes kenapa Els menikah denganku, bukan dengan Messi. Suara mereka benar-benar keras dan ribut!

Kulihat Sally, Messi, dan Joice berusaha menenangkan anak-anakbrutal itu. Tampak di wajah Messi perasaan bersalah. Tapi bukan itu yang kupikirkan sekarang. Yang kupikirkan sekarang adalah cara untuk membuat ‘Anti Fans’-ku diam!

Beberapa saat kemudian Els dan lainnya datang.

“Berhenti!” seru Els membahana, “Apa yang kalian bicarakan??!”

Semua diam begitu melihat Els datang.

“Itu salah dia!” seru salah seorang dari ‘AF’-ku sambil menunjukku.
“Dia mengacaukan acara reuni kita!” tambah yang lain.
“Kalau begitu aku pulang!” balasku mulai geram.

Begitu aku membalikkan badan dan bersiap pergi, Els menarik tanganku dan menggenggamnya erat.

“Maaf, aku salah,” kata Els, “Aku yang mengajaknya. Aku tidak tahu kalau tidak boleh membawa orang luar.”
“Bukan salah George ataupun Kanua!” sela Messi.
“Benar! Kalau seandainya tidak boleh mengajak orang luar, aku tidak akan mengajak Joice!” tambah Ord, “Joice murid St. Angela!”

Joice dan yang lain mengangguk setuju.

“Lagipula kalian jangan asal bicara!” komentar Sally.
“Aku tidak ada apa-apa dengan George,” kata Messi menjelaskan, “Kami bersahabat.”

Aku tidak berkutik, begitu juga para ‘AF’-ku. Mereka terlihat sedikit—bahkan lebih—jengkel dan kecewa.

“Messi sudah bertunangan dengan Alven,” kata Els, “Mereka saling menyukai sejak dulu.”

Aku tersentak mendengar kata-kata Els barusan. “Messi sudah bertunangan dengan Alven? Maksudmu Edric Alven?” pikirku kaget.

“Dan aku sungguh mencintai Kanua,” kata Els tegas, “Jadi tolong terima kami. Aku mohon!”

Tiba-tiba Els membungkuk dalam. Pandangan matanya tadi begitu lembut dan tulus. Segera saja aku ikut membungkuk di samping Els. Tak kusangka, teman-teman—terutama para sahabat Els—turut membungkuk.

Kukira usaha kami berhasil. Para ‘AF’ itu mulai luluh. Mereka mengangguk-anggukkan kepala mereka.

“Kami minta maaf,” kata salah satu dari mereka pada akhirnya, “Terutama kepada Kanua.”

Aku mengangguk. Sejurus kemudian aku langsung memeluk Els erat. Entah apa yang kurasakan malam itu, aku yakin, aku mencintai Els!




_karin0punx_

Friday, May 14, 2010

[FF] DREAMS - Squel I by karin0punx

Salju menyapu kota pada hari itu. Benar-benar dingin. Aku tak kuasa menahan hawa dingin yang terus menerpa wajahku.

Tokyo. Kota yang paling ingin kutinggali kini berubah menjadi kota putih dipenuhi tumpukan salju yang menggunung. Sudah lima tahun aku tinggal di sini. Jauh dari keluarga, jauh dari teman-teman, dan jauh dari seseorang yang memiliki senyuman hangat yang selalu kunantikan.

“Puup, kau sedang apa?” Tanya Akira.

“Oh, Akira. Aku sedang mengamati Tokyo,” kataku segera.

“Kukira kau sedang melamun,” tebak Akira, “Ini, Nami membelikan kita kopi panas.”

“Terimakasih,” kataku singkat kemudian melanjutkan pengamatanku.

Yeah, aku memang bukan orang Jepang. Aku pergi meninggalkan negaraku tercinta untuk menimba ilmu di sini. Tak terasa semua sudah berlangsung selama lima tahun lamanya.

“Bagaimana kabar Joe?” pertanyaan Akira tiba-tiba membuyarkan pikiranku.

“Eh? Joe?” aku terperangah, “Kurasa dia baik-baik saja.”

“Kau yakin? Sudah dua tahun kalian tidak berjumpa,” komentar Akira, “Dan sebentar lagi kau akan kembali ke negaramu.”

“Lalu??” ujarku singkat.

“Aduh! Kau ini benar-benar..,” kata Akira sedikit geram.

“Aku akan menghadiri pernikahan temanku, dan itu tidak ada hubungannya dengan Joe,” kataku lantang.

“Ah, sudahlah.. Aku hanya berharap hubunganmu baik-baik saja,” kata Akira yang menyerah pada akhirnya.

***

“Hati-hati di jalan!” seru Nami sambil mencoba menahan air matanya agar tidak mengalir.

“Jaga diri baik-baik!” tambah Akira yang terlihat cemas.

“Tenang saja! Aku akan baik-baik saja,” kataku dari kejauhan.

Hari itu akhirnya aku pulang ke negaraku. Di pesawat aku mencoba menunggu dengan sabar kapan waktunya sampai.

Setelah menunggu cukup lama, pesawat mendarat juga. Aku senang sekali bisa sampai dengan selamat. Kulihat keluargaku datang menjempuku. Ayah, Ibu, Adik, dan juga.. JOE!!! Tapi sejurus kemudian kulihat bayangan Joe menghilang. Aku hanya berhalusinasi.

“Hai, apa kabar!” seru Niss dari telepon keesokan harinya.

“Hai, kabarku baik,” kataku senang.

“Nanti kau bisa ikut, kan?” tanya Niss yang terlihat begitu bersemangat.

“Tentu! Aku ingin bertemu dengan kalian,” kataku ikut bersemangat, “Apalagi Kanua!”

“Hahahaaa.. Kau pasti terkejut saat mendengar berita bahwa dia akan menikah??” tanya Niss.

“Tentu saja!” ujarku.

Sore harinya aku pergi ke Saint Street, tempat kami berjanjian. Kulihat di sana sudah ramai. Yeah, dari dulu kami selalu saja ramai bila sudah berkumpul.

“Hei, lihat! Itu Puup!” seru salah seorang dari mereka.

Aku melambaikan tanganku sambil tersenyum gembira. Kemudian aku menghampiri mereka dan turut bergabung. Wajah-wajah lama yang sudah dua tahun tidak kutemui. Sungguh merindukan.

“Selamat, ya!” seruku.

“Terimakasih,” ujar Kanua dan George bersamaan.

“Aku benar-benar tidak menduga kalian benar-benar akan menikah,” kataku melontarkan pendapat yang berasal dari lubuk hati.

“Tentu saja bisa! Kan sudah ada contohnya,” tambah Rhan sambil menunjuk ke arah Nyolla dan Jay.

“Hahahaaa..,” kami tertawa bersama.

***

Sabtu malamnya, resepsi pernikahan Kanua dan George dilaksanakan. Orang-orang berdatangan silih berganti. Aku juga sempat bertemu dengan teman-temanku semasa SMA. Tapi tidak dengan Joe. Aku tidak menemukan sosoknya di antara tamu undangan.

“Mari kita dengar sepatah, dua patah kata dari pasangan di depan ini,” kata MC mempersilakan.

“Malam ini kami ingin mengucapkan terimakasih untuk semua yang telah hadir di sini,” kata George yang terlihat bijak, “Dari pihakku maupun pihak Kanua.”

“Kemudian, saya ingin mengucapkan terimakasih khusus untuk teman saya yang telah jauh-jauh datang dari Jepang,” kata Kanua menambahi, “Puup, kemarilah! Kami memiliki sesuatu untukmu.”

Aku yang kebingungan berjalan maju ke podium yang berada tepat di samping Kanua dan George berdiri. Hey, aku tidak tahu mereka merencanakan hal ini!

Ketika aku sudah sampai di podium, tiba-tiba lampu padam. Seluruh lampu di gedung itu padam, tanpa terkecuali. Semua orang tampak panik dan bingung. Sedetik setelahnya, sebuah lilin menyala terang dalam gelap. Seluruh perhatian terarah pada lilin yang kini berjalan ke arahku.

Setelah lilin itu sampai di depanku, lampu kembali menyala. Kutemukan Joe sedang memegangi lilin yang masih menyala itu.

“Maukah kau menikah denganku?” Tanya Joe tiba-tiba.

Aku tertegun beberapa saat sampai akhirnya terdengar tepuk tangan riuh dari para tamu undangan. Aku benar-benar terkejut. Aku tidak bisa mengatakan apa-apa.

Kulirik sekelilingku. Kanua, George, Nyolla, Jay, Deet, Kahn, Niss, Rhan, Aka, dan yang lainnya mengangguk. Bahkan ayah dan ibuku, dan juga adikku turut mengangguk setuju.

Pandanganku kukembalikan tepat di hadapanku di mana Joe berdiri. Beberapa saat kemudian suasana menjadi tegang. Seluruh tamu undangan diam tanpa suara. Kemudian aku mengangguk, dan tepuk tangan membahana di gedung itu.

“Aishiteru,” kata Joe sambil memelukku erat.

***


_karin0punx_

Monday, May 10, 2010

[FF] DREAMS by karin0punx

“Hei, bangun!” seru seseorang.

“Hei, cepat bangun!” serunya lagi sambil menggoyang-goyang badanku.

“Hei..”

“Ada apa, Ma? Sebentar lagi aku bangun, kok..,” seruku sambil menyangkal tangan orang itu.

“Mama apaan? Jangan mengigau!” tambah orang itu semakin gusar, “Kalau kau tidak bangun, akan kuguyur!”

Sejenak aku merasakan ketenangan dalam tidurku sampai tiba-tiba segelas air menyapu mukaku. Secepat kilat aku bangun dari tidurku.

“Iyaaaa, Ma…!” seruku yang langsung terhenti begitu melihat sesosok orang yang berada tepat di depanku.

Satu hal yang kutahu pasti, orang itu bukan mamaku! Kujauhkan wajahku dari wajahnya yang tadinya berjarak satu kepal dari wajahku.

“Kenapa mengigau terus?” tanyanya heran melihatku kebingungan, “Ayo, sholat!”

“Hah?” pekikku pelan.

Aku benar-benar kebingungan. Sesosok orang di depanku itu mengajakku sholat! Padahal dilihat dari penampilannya, dia bukan orang yang sekiranya muslim. Dia seorang yang keturunan cina tionghoa.

Beberapa saat kemudian, aku langsung mengenali wajah orang yang masih setia menungguku untuk sholat bersama.

“Els?” panggilku.

Dia hanya diam.

“George Els?”

“Siapa lagi? Kau mencoba mengetesku, hah?” katanya sedikit gusar, “Ayo sholat! Ini sudah subuh!”

Segera setelah ajakan terakhir keluar dari mulutnya, sesosok bernama Els itu pergi. Aku pun mengikuti dengan penuh tanda tanya. Kulihat di dinding terdapat fotoku bersamanya ketika.. MENIKAH!!!

***

Aku mencoba mengelilingi rumahku sore itu. Sedikit, bukan sedikit melainkan penuh keheranan yang menyelimutiku. Kenapa aku bisa menikah dengan Els itu. Kenapa aku bisa berada satu atap dengannya sekarang. Bukan maksudku untuk menyangkal, tapi aku benar-benar tidak percaya dengan semua ini.

Terakhir kali aku ingat, aku sedang membicarakan ‘suami’-ku ini dalam konferensi di YM bersama teman-temanku. Itu pun sebelum aku tidur. Namun, kenapa sekarang semua itu menjadi tidak masuk akal begini??

Satu hal lagi yang membuatku terkejut. Kenapa Els bisa berpindah agama??! Apa yang terjadi sebenarnya?? Apakah ini mimpi??

“Hei, Nyolla.. Bagaimana kalau seandainya besok waktu besar kau benar-benar menjadi istrinya??” gurauku ketika aku, Nyolla, dan Deet sedang berkonferensi di YM.

“Apa?? Tidak mau! Aku tidak sudi menjadi istri dari orang yang begitu alim seperti Jay!” seru Nyolla marah.

“Hahaha.. sudahlah! Seperti itu juga tidak apa-apa..,” tambah Deet sambil tertawa.

“Lalu kita reuni di sekolah. Kau datang bersama dengan Jay, dan Jay menggendong seorang anak,” kataku.

“Anak perempuan lucu. Hahahaaa..,” tambah Deet sekali lagi, “Dan aku datang bersama Kahn.”

“Kalau aku, sih akan datang bersama Els. Dia saat itu sudah menjadi suamiku,” kataku cepat, “Dan yang jelas, Els sudah menjadi muslim saat itu! Hahahaa..”

“Curang kalian semua! Masa kalian sama orang yang kalian sukai semua??” protes Nyolla.

“Sudahlah.. Tidak apa-apa. Kau juga suka kan?? Hahahahaa…”

Kucubit pipiku, dan terasa sakit. Berarti itu bukan mimpi!

Kulanjutkan memutari rumah itu. Rumah yang besar. Entah siapa yang membeli rumah ini. Mungkin Els membelinya untuk kami tinggali bersama??

“Kanua, apa yang kau lakukan di luar??” seru Els dari dalam.

“Tidak apa-apa. Hanya melihat-lihat rumah,” seruku dari luar.

***

“Lihat, ada surat masuk!” kata Els memberitahuku ketika aku sedang menonton TV.

“Di mana?” tanyaku tanpa menoleh.

“Di yahoo-mu,” kata Els singkat.

Langsung saja aku menghampiri laptopku yang berada di atas meja.

Dear Kanuaa,

Ayo sukseskan reunian akbar kita di SMA tercinta kita besok,

Hari/tanggal : Minggu, 4 November 2018

Tempat : Aula SMA tercinta

Waktu : 17.00 – selesai

Kita tunggu, ya! Jangan lupa ajak kerabat terdekatmu! ;)

Terimakasih,

Panitia.

“Ada apa?” tanya Els penasaran.

“Eh, undangan..,” kataku.

“Undangan apa?” tanya Els masih penasaran.

“Reuni SMA,” jelasku.

“Kapan?”

“Besok Minggu. Kurasa kau juga harus ikut,” kataku sambil mengangkat bahu.

Setelah memastikan aku akan datang besok Minggu, aku berjalan ke arah meja TV dan melanjutkan menonton TV di samping Els.

***

Hari Minggu akhirnya datang. Aku sudah mulai membiasakan diri tinggal bersama Els. Awalnya aku berharap bahwa keesokan harinya saat aku bangun tidur, aku akan menemukan diriku yang dulu. Diriku yang masih SMA. Namun, hal itu tak kunjung datang.

Pagi itu aku bersama Els jogging bersama di kompleks rumah. Saat itu juga kami bertemu dengan teman SMA Els yang bernama Ord. Ketika melihat aku dan Els lewat, Ord segera menghampiri.

“Hai, apa kabar?” sapa Ord.

“Baik. Lama tak jumpa,” jawab Els sambil tersenyum lebar.

Saat itu juga kuingat senyuman manis milik Els. Senyuman yang sama saat aku masih SMA.

“Hai, Kanua!” sapa Ord.

“Hai!” sapaku kembali, “Kau sendirian?”

“Tidak, aku bersama Joice,” kata Ord memastikan, “Tapi entah di mana dia sekarang. Hehehee..”

“Jadi kapan kalian akan mengikuti jejak kami??” tanya Els sambil tertawa.

“Hahahaa.. Kau ini terlalu berlebihan,” kata Ord sambil tertawa tersipu, “Kami sedang menunggu tanggal yang tepat.”

“Pantas tidak pernah terlihat saat latihan. Hahahaa..,” timpal Els.

Aku yang tidak begitu mengerti maksud mereka, hanya ikut tertawa. Tapi aku tahu bahwa Ord sebentar lagi akan menikah dengan wanita yang bernama Joice itu.

Bila kuperhatikan baik-baik, Ord itu tidak begitu tampan seperti yang dibilang orang-orang. (Aku menyadari itu dari dulu! Kalau tidak, tentu aku akan memilihnya daripada Els!) Tapi tentu saja, yang namanya anak basket pasti memiliki innerstrengh tersendiri.

Beberapa saat kemudian, sesosok wanita melambai kepada Ord. Dan tentu saja setelah berpamitan, Ord berlari menuju sosok yang ternyata Joice itu. Aku dan Els pun melanjutkan acara jogging kami.

“Dia baru akan menikah?” tanyaku.

“Iya, dan wanita tadi adalah Joice,” kata Els menjelaskan, “Kau pernah bertemu Joice sekali, saat SMA.”

“Eh?!” pekikku pelan.

“Jelas saja aku heran. Seminggu yang lalu aku masih SMA, dan saat itu juga aku belum lulus. Bahkan aku juga belum berkenalan dengan suamiku ini! Bagaimana aku bisa bertemu dengan Joice??!” Pikirku dalam hati.

Sore harinya, aku dan Els berangkat jam 16.30 menuju ke SMA-ku untuk menghadiri reuni. Sesampainya di sana, aku terkejut melihat gedung sekolahku telah diperbarui.

Els memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Kulihat pinggir jalan sudah penuh dengan mobil alumni. Segera saja aku keluar dari mobil dan berjalan menuju aula. Di belakangku, Els menyusulku setelah mengunci mobil dan sejurus kemudian dia menggandeng tanganku.

“Kanua!” seru seseorang dari arah belakang ketika aku dan Els akan memasuki gedung aula.

Aku menoleh. Kudapati Rhan memanggilku. Dia dan Niss terlihat bersama.

“Apa kabar?” tanya Rhan sambil memelukku dilanjutkan Niss.

“Baik. Bagaimana kabar kalian?” tanyaku kemudian, “Kalian hanya berdua?”

“Hahahaa.. Suamiku sedang dinas ke luar kota,” kata Niss memberitahuku.

“Kalau aku datang sendiri,” tambah Rhan.

“Kenapa?” tanyaku heran.

“Pacarku ada keperluan. Hehehee…,” kata Rhan sambil cekikikan.

Tiba-tiba dari jauh terdengar suara Deet. Kulihat dia melambai penuh senyuman. Di belakangnya, astaga! Kahn ada di belakangnya!

“Hai!” sapa Deet.

“Hai!” balas kami serentak.

“Hai, Kahn!” sapa Els, “Apa kabar?”

“Hai, George. Kabarku baik,” jawab Kahn sambil tersenyum.

“Lho, Nyolla, Puup, Aka, dan Jund di mana??” tanya Deet sambil mencari sekeliling.

“Puup, Aka, dan Jund tidak bisa datang,” kata Niss, “Puup sedang ada di Tokyo, kalau Jund sedang ada di Paris.”

“Aka ada di Amerika,” tambah Rhan.

“Wow!” Deet berdecik kagum.

“Nyolla?” tanyaku.

“Mungkin sebentar lagi datang,” kata Rhan, “Lihat! Itu dia!”

Langsung saja kupalingkan wajahku ke arah Nyolla dan suaminya dan, astaga lagi! Dia sudah punya anak!

Di sampingnya, Jay sebagai suaminya! Sekali lagi aku teringat perbincanganku, Nyolla, dan Deet. Dia benar-benar menjadi istri Jay! Dan saat itu juga, kulihat Jay menggendong seorang anak perempuan. Anak itu mirip sekali dengan Nyolla dan Jay.

“Argh!” pekikku pelan.

“Kenapa? Kau ingin punya anak juga??” tanya Els padaku sambil tersenyum jail dengan matanya yang semakin sipit.

“Eh??!” pekikku dengan raut wajah ‘what the hell’-ku tanpa bisa berkomentar.

“Halo, semua!” sapa Nyolla dan Jay bersamaan.

“Halo!” sapa anak perempuan yang ada di gendongan Jay.

“Halo!” kami balas menyapa.

“Wah, Noulla sudah besar!” seru Niss.

“Iyaaa..,” seru Noulla gembira.

Malam itu bagiku penuh dengan hal-hal yang tak terduga. Entah ini merupakan mimpi atau bukan. Tapi yang jelas, saat itu hal-hal yang tak terduga itu merupakan sebuah kenyataan.

Saat waktu luang, Els terlihat sedang berbicara dengan teman-temannya dan aku juga sedang mengobrol dengan teman-temanku sendiri.

***

Aku dan yang lainnya—tentu saja Els juga—menikmati suasana reuni. Entah harus bangga atau tidak, aku selalu tersenyum saat teman-teman sekelasku mengatakan: “Jadi kau benar-benar menikah dengan George?”

Saat itu juga aku merasa tidak perlu terbangun dari tidurku apabila semua ini hanya mimpi. J


_karin0punx_